Mereka
adalah tirai hitam menggantung dalam rumah kosong tanpa pemilik
Kelelawar
beterbangan tanpa sopan santun menyapa apalagi mengilah
Kadang
serangga menggerutu akan sang predator pengganggu
Kehidupan
tak selalu rapi bukan meski mereka hewan
Mereka
adalah penghuni sepi
Elegi
kematian serasa berkawan dengan ratapan
Bisikannya
masih membisu
Dengan
awan hitam diatasnya
Tangan
tak dicipta untuk melawan
Mereka
adalah aksara tanpa mampu memekik suara
Kita
adalah iblis penebar benci
Kita
adalah kericuhan dan kegaduhan
Hingga
gertakan akan mendiamkan setiap pekaknya
Tapi
kita adalah musik kala rona langit
Menggiring
ego sang insan bumi
Kita
adalah manusia tanpa bandrol sampai nyawa terlena dengan kematian
Lalu
mengapa tak ada kata hirau
Kala
kepala-kepala tak lagi berbadan
Tapi
kita tetaplah kita
Yang
tak mampu berteriak dalam beriak
Kecuali
nyalimu sekencang larian para berkuda
Namun
jangan bertoreh jika nyalimu sesunyi hening dan sesepi hawa kematian
Kau
akan mati setelahnya
Bisa
jadi kau tampik baitku ini dan kau lari sekencang para pelancong kuda
Jika
berani, tampiklah dan larilah
Biar
aku berteriak lantang
Seperti
kau berpacu dengan sang kuda
Ditulis oleh Sekar Cahya Nurani
Mahasiswa Manajemen – Fak. Ekonomi
Universitas Islam Balitar
IG : sekarcahyanurani
Posting Komentar