Lihatlah aku
Terserah kau pandang apa
Unggas?
Rongsokan, cerobong asap pengadu ?
Terserah kau berucap
Ku kan saksikan aroma-aromamu yang membumbung
Lenyap di udara polusi
Lupakan tawaku
Tapi bumi tak sanggup berhenti tertawa
Akulah sosok keterasingan
Yang hengkang dari batas apa pun tanpa kau sedari
Takkan ku tanyakan eksistensi sapaan manusia
Meski serupa panggilan dan lambaian tangan
Tak terkecuali...
Dari kau maupun selop kakimu yang usang
Tak ada rayuan penuh drama iba
hingga sekar jingga di semua seri Sekarung
Ku kais dari bulu merpati di langit dan ku pastikan kau tak tuli dengan kerusuhanku.
Ku tekankan dalam batin
Tentang suara derit melengking
Mengusik gendang telinga
agar ku tak lupa sadar
Betapa proporsi kenyataan terasa lama menghampiri
Aku masih belum usai dengan perjalananku
Tetap dalam keterasingan
Khawatirku adalah,
Aku mati dan kau tertawa menari dengan
Hiasan dan bunga-bunga kalungan di lehermu
Aku masih Membaur
Di satu tapak lurus
Jalan yang tak luput dari kegaduhan
dalam hari itu, di tapak ini
Sanggahmu kau utarakan
Aku jugalah Mereka dalam opinimu
Tak tumbuh di laut Aku juga tidak
Tak berbaju licin aku tidak
Lagi-lagi sang hari menertawakanku
Aku tak terlalu anggapnya bising
Hanya bertanya, Aku ini siapa..
Dan kau pula yang menjawab
"Sisa-sisa keterasingan" katamu
Ditulis oleh Sekar Cahya Nurani
Mahasiswa Manajemen – Fak. Ekonomi
Universitas Islam Balitar
IG : sekarcahyanurani
Posting Komentar