Sumber ilustrasi: Vidio.com

Hujan belum juga reda, nampak dari balik kaca jendela berembun yang berselimut hembusan udara hangat dari sebuah mesin penghangat ruangan, sepasang mata mentap keluar jendela. Menerawang jauhnya cakrawala dibalik tetesan air yang belum juga akan berhenti. Matanya berkedip pelan, teratur, tenang nan ritmis. Jam istirahat yang membosankan, karena ia batal keluar, dibatalkan oleh tetesan air.

Di depannya semangkuk mie kuah lengkap dengan telur dan cabai masih mengepulkan asap, aroma khasnya memenuhi ruangan dimana hanya ada ia dan seorang temannya yang tengah molor dengan kepala menunduk bertumpu sepasang lengan. Ia lekas menyendok kuah, mencicipi dengan khidmat hingga pintu ruangan terbuka menarik perhatian matanya. Seorang teman masuk bersama tiga orang karyawan baru. Studio animasi tempat ia bekerja memang kekurangan pekerja kreatif. Studio kecil yang tengah mekar di tengah sepinya peminat animasi lokal tanah air.

Ia lantas berbasa-basi menawarkan makanan dengan sungkan berbalut senyum simpul. Ia mengabaikan temannya yang tengah menjelaskan berbagai macam hal pada karyawan baru itu. Dua perempuan, satu laki-laki. Tidak ada yang dilakukannya lagi selain menghabiskan semangkuk mie. Tak ada hal khusus yang ia rasakan hingga keesokan harinya tiba.

Ia adalah Eka, pemuda yang bekerja pada bagian layouter studio animasi lokal tersebut. Tiga karyawan baru ternyata akan bergantian menempati pos-pos berbeda untuk seminggu kedepan. Sebenarnya mereka direkrut sesuai keahlian masing-masing. Namun hal ini dilakukan agar mereka bisa membaur dengan karyawan lama, agar bisa saling tahu kesulitan yang kerap dihadapi, agar menciptakan iklim kerja yang saling mendukung satu sama lain. Mencoba memangkas ego sektoral.

Hari ini langit masih juga temaram keabuan. Kali ini Eka bekerja tim dengan salah satu karyawan baru, Kinara. Satu kemampuan dasar yang diwajibkan studio ini ketika merekrut karyawan baru adalah menggambar dengan baik. Gambaran yang bagus tanpa harus membuat sketsa model, sekali coret langsung jadi. Maka Eka tidak menemui hambatan serius saat ia menjelaskan apa yang harus Kinara lakukan sebagai seorang layouter yang dituntut menggambar latar, memoles gambaran karakter serta pernak-pernik belibet lain.

Pekerjaan setengah hari berjalan lancar, meski sejujurnya Eka merasa kurang puas dengan hasil gambaran Kinara yang menurutnya masih mentah, bahkan ia masih harus memoles lagi hasil yang diberikan.

Selepas istirahat, Eka menghentikan sejenak pekerjaan mereka berdua. Ia menyender santai pada kursi. Eka memberikan pengarahan lebih lanjut pada Kinara. Ia merasa Kinara masih belum serius. Tak ada penyampaian dengan nada tinggi, tapi kata-kata Eka cukup menusuk.

Kinara sesekali menunduk paham. Ia merasa pantas mendapatkan itu karena ia sendiri masih belum bisa konsisten dalam pekerjaan, Kinara sadar diri. Tak ada sesuatu hal apapun bagi Eka, hingga sepasang mata Kinara tiba-tiba menatapnya dalam-dalam. Desiran adrenalin dalam dada Eka menyeruak. Eka mengalihkannya dengan kerap membuang tatapan. Tetap saja hati sulit dibohongi, Eka merasa hatinya menangkap sesuatu. Setengah jam telah berlalu, mereka berdua kembali bekerja seperti biasa.
Esoknya, mereka berdua tetap satu tim. Sebelum memulai pekerjaan, Kinara berjanji pada Eka untuk lebih serius dan bersemangat. Senyum Kinara merekah dengan tulus. Ini kali pertama Eka mendapati seorang perempuan yang menunjukkan etosnya. Ia hanya menjawab biasa, tetapi jantungnya berdebar memintal rasa.  

Hati kecilnya terus memaksa untuk jujur, Eka jujur, ada perasaan dalam diri. Tidak semua kejujuran akan diterima dengan baik, justru setelah menyadari rasa itu, kini Eka banyak diam. Lidahnya kerap terasa kelu setiap akan menyimpul kata. Bahkan untuk sekedar basa-basi di tengah pekerjaan. Dirinya merasa canggung pada Kinara, dan Kinara merasa aneh perihal perubahan mendadak sikapnya.  

Jam istirahat tiba. Eka memutuskan tidak meninggalkan ruang kerjanya hari ini. Pekerjaannya banyak yang belum selesai. Ia tak sendiri, ada Ibar, temannya. Ibar juga tak keluar dengan alasan yang sama. Biasanya, jika waktu istirahat tidak diambil, karyawan akan dibebaskan untuk menentukan jam istirahatnya selama masih dalam jam kerja sebagai pengganti. Sembari teus bekerja, keduanya hanya mengobrol santai dengan topik acak, yang silih berganti, bahkan jika satu topik belum selesai dibicarakan.

Hingga topik mereka berpindah ke jalur klise. Ibar menggoda Eka dengan adanya karyawan baru. Eka menahan senyum, ia membalasnya dengan pembicaraan ke salah satu dari dua perempuan karyawan baru, dan Ibar menanggapinya sumringah.

"Menurutku, bukan cewek berpendidikan tinggi yang membuat cowok insecure untuk mendekat, justru sekarang cewek-cewek good looking yang bikin insecure, gimana ya ... kadang buat kita seolah sadar diri aja sih, meski gk semuanya kaya gitu."

"Iya tahu, tapi mau sampai kapan?" Ibar menggurat pensil pada kertas gambar ilustrasi di atas meja lampunya, "nekat dikit lah."
Tak ada jawaban dari Eka, kecuali hanya sunggingan bibir.

Hari ke hari bergulir menjadi minggu, bergulung menjadi bulan, Eka tak jua mengutarakan isi hatinya dengan berani. Ia hanya menahan canggung dan bergerak dalam bayangan. Sebenarnya gosip jika Eka memendam rasa pada Kinara sudah menyebar, tapi hal itu hanya disembunyikan Eka dibalik guyonan biasa tempat kerja. Kinara pun juga memilih abai. Menanggapi seadanya. Dari beberapa kejadian lampau yang melibatkan mereka berdua, Kinara sebenarnya turut memendam sesuatu.
Di suatu jam istirahat, Kinara dan seorang sahabatnya menyantap bakso di depan studio mereka bekerja. Sahabat dari SMA yang kebetulan juga diterima kerja dan masuk bersama sebagai karyawan baru. Di tengah suasana santai, lirik AAA karya musisi Danila mengalun dari sebuah saluran radio yang mengudara pada speaker kecil di pojok warung, menemani bahasan gosip antara dirinya dengan Eka menjadi hangat kembali. Sehangat bakso campur yang mereka nikmati. Hingga Kinara memutuskan membuka rahasia kecilnya.  

"Jujur aku menyimpan hal yang sama ... bukan pada bang Eka, tapi temennya." Kinara tersenyum manis, ia mengambil tisu lalu mengusap kedua telapak tangan. 

Sahabatnya masih tak percaya, ia menggoda Kinara yang ia anggap sengaja menutup-nutupi perasaannya. Tapi Kinara menepis dengan menunjukkan bahwa ia saling menyimpan nomor WA dengan teman Eka, dan tidak menyimpan balik nomor Eka sendiri.
##

Tiada yang tahu perihal hati seseorang kecuali pemiliknya sendiri. Begitu juga dengan isi hatimu, kamu ... yang membaca coretan ceritaku. :)


Ditulis oleh : Abi Subekti
Mahasiswa Agribisbis – Fak. Pertanian
Universitas Islam Balitar
                             

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama