Peresensi: Muhammad Thoha Ma'ruf - Agroteknologi'18
Indonesia pernah mempunyai seorang pengacara dan pembela HAM sejati. Dirinya minoritas tiga hal: Cina, Kristen, dan Jujur. Ia adalah Yap Thiam Hien, lelaki yang lahir di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada 1913. Memang tidak mudah hidup menjadi seorang minoritas. Banyak diskriminasi yang akan diterimanya. Seperti Yap, secara etnis berasal dari peranakan Tionghoa (Hoakiao), secara agama ia juga minoritas, pasalnya republik Ini kebanyakan beragama Islam. Selain itu, secara tingkah laku dulu saat Yap masih hidup, kejujuran memang sebuah hal yang luar biasa.
Kehidupannya melalui lika-liku yang tidak mudah. Yap kecil harus hidup di bawah keluarga yang waktu itu, sempat menderita kebangkrutan bisnis. Kasih sayang yang diberikan orang tuanya pada Yap pun tidak seperti orang tua pada umumnya.
Hal itu dikarenakan saat Yap masih kecil ibunya meninggal, sedangkan ayahnya sibuk menafkahi Yap dan saudaranya. Maka, Yap diasuh oleh nenek keturunan Jepang yang bersedia membantu ayah Yap.
Saat menginjak remaja, Yap sudah mulai hidup mandiri. Sejumlah tempat pernah menjadi tempat singgahnya untuk bekerja. Hal itu disebabkan perjalannya untuk memenuhi kebutuhan finansialnya.
Suatu ketika ia ikut dengan seorang pendeta, sampai pendeta tersebut lumayan sering mengajaknya untuk pergi ke gereja. Saking lumayan seringnya, ia hafal pujian-pujian orang Kristen. Pada akhirnya, Kristen menjadi agamanya. Pasalnya saat dia masih kecil dia tidak pernah diajarkan terkait keagamaan oleh orang tuanya.
Yap punya sebuah keinginan untuk berkuliah di luar negeri, maka dari itu Yap menyisihkan sebagian uangnya untuk bekal saat berada di luar negeri. Keinginannya itu terwujud, bahkan ia mendapatkan beasiswa di Universitas Leiden, kampus kenamaan di negeri kincir angin Belanda. Ia mengambil jurusan hukum di sana.
Sepulangnya ke Indonesia, Yap mulai aktif di dunia advokat dan bergabung dengan pengacara lain. Mulanya ia berpindah dari satu kantor pengacara ke kantor yang lain. Dari pengacara yang tidak memiliki banyak klien, hingga pengacara yang ahli politik.
Pergaulannya dengan banyak pengacara membuat sepak terjangnya semakin terasah. Kemudian Yap memutuskan untuk membuat kantor pengacara sendiri. Namanya kemudian menjulang sebagai pengacara yang terkenal tanpa kompromi dan gigih membela kebenaran.
Bahkan sekretaris pribadinya mengatakan, bahwa Yap sering memarah-marahi kliennya, sampai kliennya menangis. Sebab, dirinya menginginkan kliennya mengatakan apa yang sebenarnya terjadi dengan sejelas-jelasnya.
Klien yang dipilih pun tidak milih-milih, Yap bersedia memberikan pendampingan pada rakyat kecil sekalipun, yang tidak memberikannya honor. Penampilannya sebagai seorang pengacara juga tergolong sederhana.
Syahdan, dua tahun sepeninggal Yap Thiam Hien, para sahabat karibnya membuat sebuah penghargaan bagi tokoh-tokoh pembela HAM. Nama penghargaannya disepakati: Yap Thiam Hien Award.
Pada buku ini ada sejumlah tokoh yang sering disebut untuk dimintai keterangannya tentang sosok Yap Thiam Hien: terdapat Adnan Buyung Nasution, Abdul Hamim Garuda Nusantara, Utama Wijaya, dll.
Selain itu juga dikutip beberapa tulisan dari seorang indonesianis--Daniel Lev, yang menuliskan biografi Yap Thiam Hien.
Buku seri tempo ini dituliskan dengan apik oleh para tim tempo. Tulisan hasil reportase secara langsung dengan menemui orang-orang yang pernah bersinggungan langsung dengan Yap, membuat kita seolah-olah membaca berita dengan enak dan kembali ke masa lampau.
Judul : Yap Thiam Hien Sang Pendekar Keadilan
Penulis : Tim Tempo
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan : Pertama, 2013
Tebal : 158 halaman
ISBN : 9789799110077
Posting Komentar