Sumber : Pinterest |
Aku hanyalah seorang anak yatim – piatu. Dulunya aku
kehilangan orang tuaku pada saat perang terjadi. Mungkin itu kejadian yang
masih membenak di hati dan pikiranku sampai sekarang. Aku masih bingung kenapa
hanya aku yang selamat, karena pada saat itu sebuah bom besar yang telah
tentara musuh jatuhkan bertegangan sangat besar dan kemungkinan kecil untuk bia
bertaan hidup dari ledakan bom tersebut.
Beruntung
sekali aku waktu itu masih bisa di selamatkan oleh tentara kolonel yang saat
itu sedang berpatroli mencari jasad para korban. Dan aku diadopsi oleh salah
satu tentara yang masih muda umurnya selisih 10 tahun dariku dan disaat itu aku
masih berumur 12 tahun. Dan aku tinggal bersama beliau sudah hampir 6 tahun
lamanya.
“Oliv, jaga diri kamu baik – baik dirumah . Mayor akan pergi
bertugas sekarang!.”
“Bisakah saya ikut dengan Mayor. Saya pasti akan melindungi
Mayor dan tidak akan membiarkan Anda mati di medan perang!.”
“Kamu lebih berarti bagiku Oliv… Mayor pasti akan kembali ke
rumah ini Oliv, aku akan memberimu cincin ini dan jagalah baik – baik sampai
aku pulang.”
“Baiklah Mayor Hiro, Saya akan menjaganya dengan baik dan
menunggu Mayor disini. Semoga Mayor berhasil menjalankan tugas.”
“Siap laksanakan Olivia Georgia.” Beliau memberikanku salam
hormat
Aku
mengantarkannya sampai di depan rumah , Beliau berangkat dijemput oleh
atasannya. Saat dia sudah berangkat bertugas rumah ini rasanya hampa dan sepi
sekali. Beliau memberikan perintah kepada kerabatnya yang dulu adalah atasan
Mayor Hiro untuk merawat dan menjagaku. Nama kerabat beliau adalah Jenderal Ergin
Caesar. Sekarang ini Beliau sudah pensiun dan mendirikan perusaan Manoer ,
mereka bekerja sebagai penulis cerita, surat, novel , dan juga pencetakan
termasuk pengirimannya juga.
“Olivia hari ini aku akan pergi ke kantor.”
“Bolehkan saya ikut dengan Jenderal?.”
“Jika kamu mau ikut aku akan memberi tahumu apa saja yang
dikerjakan disana dan jika kamu mau bisa bekerja disana, karena Mayor Hiro
telah menitipkanmu padaku aku akan merawatmu dengan baik.”
Aku ikut
dengan Jenderal Ergin , disana banyak sekali orang yang bekerja sebagai
penulis. Ada yang bekas tentara juga. Mungkin aku akan bergabung menjadi
penulis saja daripada aku diam di rumah. Semua orang disini sangat ramah dan
juga baik. Rasanya aku tidak ingin pergi dari sini.
“Nah Olivia apakah kamu mau mencoba menulis?.”
“Saya tidak pernah memegang alat – alat seperti ini Jenderal
.”
“Baiklah biarkan karyawanku mengajarimu cara menggunakan alat
ini.”
Jenderal Ergin mencoba menghubungi karyawannya melalui televon kantor.
Sembari menunggu karyawan itu datang Jenderal memberikan buku novel karya
pertamanya pada saat berhenti menjadi Kolonel dan memutuskan untuk mendirikan
perusahaan. Tidak lama kemudian karyawan itu datang. Aku diberi panduan cara
menggunakan mesin ketik, laptop, dan juga komputer. Ternyata komputer hampir
sama dengan laptop.
Hari sudah gelap , tiba saatnya semua
karyawan dan termasuk Jenderal Ergin waktunya istirahat dan pulang kerumah
masing – masing. Jenderal Ergin mengantarkanku pulang dan membukakan pintu
rumah.
“Olivia masuklah dan aku akan segera pulang.”
“Apa Jenderal tidak tinggal disini? Saya sangat ketakutan
apabila sendiri.”
Beberapa saat Jenderal terdiam dan memandang langit.
“Baiklah aku akan menemanimu disini selama Mayor belum
kembali.”
“Terima kasih banyak Jenderal karena aku telah merepotkanmu
lagi.”
Sudah 2
minggu lamanya tetapi Mayor belum kembali. Aku menunggu kabarnya tetapi sama
sekali tidak ada. Dan aku sekarang sudah bisa bekerja di perusahaan Jenderal
walau hanya menjadi penulis surat. Aku berfikir untuk menulis surat kepada
Mayor , karena aku sangat merindukannya pulang ke rumah.
“Jenderal Ergin saya Olivia Georgia , bolehkah saya masuk?.”
“Masuklah Olivia pintunya tidak dikunci.”
Aku memasuki ruangan Jenderal dengan sedikit gugup.
“Ada apa Olivia? Apa kamu mengalami kesulitan saat bekerja?.”
“Tidak Jenderal, saya hanya ingin mengirimkan surat ini
kepada Mayor. Apakah Mayor baik – baik saja disana?.”
Jenderal
seperti kaget ketika saya memberikan suratnya. Dan ekspresi Jenderal seketika
berubah. Seperti ada sesuatu yang telah terjadi tanpa sepengetahuanku. Ak
menjadi penasaran akan hal itu.
“Jenderal baik – baik saja?.”
Beliau tidak menjawab pertanyaanku dan masih terdiam
“Jenderal!.”
“Eh… iya akan aku kirimkan ke kantor pos agar Mayor
membacanya.”
“Apakah Mayor baik – baik saja disana Jenderal?.”
“Tenang saja jangan banyak memikirkannya, Mayor pasti akan
baik – baik saja.”
Hari terus
berlalu hingga sekarang sudah 5 bulan tetapi masih tiada kabar tentang Mayor
Hiro. Mungkin telah terjadi sesuatu dengan Mayor, tetapi mengapa Jenderal tidak
memberi tahuku. Bukannya perang sudah berakhir 4 bulan lebih 1 minggu yang
lalu?. Aku harus mencarinya sendiri di tempat yang terakhir setelah peperangan
tersebut.
“Olivia, kamu mau kemana?.” Jenderal yang kaget melihatku
pagi – pagi keluar rumah.
“Mencari Mayor, Jenderal.” Aku berbicara sambil berjalan
keluar rumah.
“Tunggu…”
Jenderal
memarahiku dan mengajakku duduk di ruang tamu , lalu dia memberiku minum agar
sedikit lebih tenang. Lalu Jenderal menceritakan kejadian yang Beliau sembunyikan
dariku.
“Maaf sebelumnya aku tidak memberi tahumu Olivia, maafkan
Jenderal.”
Aku heran mengapa Jenderal meminta maaf kepadaku. Dan apa
yang disembunyikan Jenderal padaku. Apa ini tentang Mayor. Itu pasti tidak
mungkin.
“Apa yang Jenderal sembunyikan dari saya dan kenapa Jenderal
minta maaf kepada saya?.”
“Mayor telah gugur dalam peperangan tetapi peperangan ini
berakhir juga berkat Mayor.”
“Tidak mungkin, Mayor tidak akan pergi sebelum Mayor kembali
menemui saya, Jenderal berbohong!.”
“Setiap yang bernyawa pasti akan pergi, dan setiap pertemuan
pasti akan ada perpisahan.”
Disitu
hatiku rasanya seperti ditusuk dan aku menangis histeris karena mustahil sekali
Mayor telah pergi meninggalkanku. Aku melihat cincin yang Mayor berikan padaku
itu sama seperti Mayor indah sekali dan itu membuatku bertambah sedih.
“Aku akan mengantarmu ke makam Mayor, bersiap – siaplah.”
Kami berangkat ke makam Mayor. Ketika tiba disana rasanya
hati ini semakin terpukul melihat rumah terakhir Mayor. Aku baru mengetahui
nama lengkap Mayor adalah Hiro Buigenville, nama yang sangat cocok untuk
Beliau. Semoga Beliau di kehidupan barunya akan tumbuh indah seperti namanya
dan berbahagia disana. Rasanya aku ingin mengikutinya kemanapun Beliau pergi.
Aku tak sanggup lagi dengan kenyataan yang aku alami ini, kenapa Tuhan
menggambil orang – orang yang dekat denganku, termasuk orang tuaku dan juga
Mayor.
Sampai
di rumah aku menyalahkan diriku sendiri sebab waktu itu aku hanya mengantarkan
Mayor sampai depan rumah. Seharusnya aku mengikuti kemanapun Mayor pergi agar
Beliau baik – baik saja.
“Tenanglah Olivia. Jika kamu seperti ini Mayor pasti akan
sedih jika melihatmu, ini juga bukan salahmu. Kematian itu sudah takdir yang
telah di tentukan oleh Tuhan kita.”
“Saya hanya memiliki Mayor setelah orang tua saya meninggal
dalam medan pertempuran Jenderal. Kenapa harus saya yang mengalami hal ini.”
“Semua orang pasti pernah rasanya kehilangan seseorang.”
Keesokan harinya sama seperti hari sebelumnya. Pagi – pagi Jenderal
sudah bangun dan pergi ke kantor. Hari ini aku tidak pergi ke kantor dan ingin
di rumah sendirian untuk menenangkan pikiranku kali ini. Mungkin sangat berat
sekali bagiku tiada perintah yang Mayor berikan padaku. Kasih sayang yang
Beliau beri padaku sekarang tinggallah kenangan.
Aku
akan menuliskan sebuah puisi untuk Beliau dan ingin saya cetak dan di abadikan.
Karena aku akan menjalani kehidupanku tanpa Mayor. Aku tak akan melupakan jasa
yang telah Mayor lakukan untukku dan juga untuk Negeri ini. Semua orang juga
harus mengenang Mayor, karena Beliau adalah pahlawan sejatinya yang rela
mengorbankan nyawanya untuk menjaga Negeri ini.
Beberapa bulan telah aku lewati akhirnya rasa kesedihan ini bisa
mengikhlaskan kepergian Mayor Hiro Buigenville. Mungkin dia sudah tenang dan
bahagia disana , jadi aku akan berusaha bahagia dengan apa yang aku alami ini.
Dengan itu aku menjalani kehidupanku sebagai penulis, dan aku pasti akan
menekuni pekerjaanku ini.
Posting Komentar