Banyak diantara siswa yang baru saja lulus mengidam-idamkan bisa masuk perguruan tinggi yang diinginkanya. Diantara banyaknya siswa yang melanjutkan studi di perguruan tinggi, mereka juga memiliki banyak alasan. Ada yang bertujuan mengangkat gengsi sosial, melanjutkan cita-cita, keinginan orang tua, mencari jodoh, dan berbagai alasan klasik lainya.
Biasanya mereka yang baru saja masuk kuliah memiliki penampilan yang begitu rapi dan formal. Hingga satu atau dua semester setelahnya akan mulai terlihat sifat aslinya. Ada yang sederhana, bodoamat, heddon, dan bergaya seperti selebrgram.
Tapi, benarkah mereka sudah memahami hakikat mahasiswa yang sebenarnya?
Mahasiswa yang bukan hanya mengartikan kata maha & siswa saja. Tapi menggali lebih dalam tanggung jawab yang diembannya.
Ketika mahasiswa, tanggung jawab dan pendidikan itu dikaitkan, maka sebenarnya tugas kita adalah menciptakan sebuah perubahan. Dimana saat ini pendidikan dan adik-adik kita sedang dihadapkan pada persoalan yang semakin tidak logis. Seperti hal yang paling mendasar adalah kurikulum yang berubah-ubah. Di sini peran guru dan siswa sama-sama dipermainkan, guru yang sulit menyusun RPP dan siswa yang sulit mempelajari sesuatu yang jauh dari dasar yang telah mereka pelajari. Siswa menjadi sebuah komoditi barang percobaan.
Lalu apa yang bisa dilakukan mahasiswa? Apakah ini menjadi tanggung jawab mahasiswa?
Jawabanya, Tidak!
Ini adalah tanggung jawab moril semua manusia. Seharusnya mahasiswa itu hanya mengabdi pada Tuhan dan Kemanusiaan, tapi saat ini terlalu banyak mahasiswa yang sibuk mencari kepentingan diatas problematika kaum lain.
"Surga dibawah telapak kaki Ibu, bukan didalam ormekmu!" Jadi, mengabdi pada Ibu Pertiwi sama juga mengabdi pada Tuhan.
Saat ini, para arwah pahlawan sangat merindukan goncangan yang diciptakan pemuda. Ir. Soekarno sudah berpesan untuk mencari sepuluh orang pemuda yang akan mengguncang dunia. Tapi siapakah mereka? Apakah kita salah satunya? Kita tidak pernah tahu jika hanya berdiskusi tanpa sebuah aksi.
Dari sini mari kita bersinergi, bahu membahu mengambil peran dalam sistem pendidikan informal. Turun ke jalan bukan untuk aksi orasi, melainkan aksi untuk terjun dan berjabat tangan secara langsung dengan korban kekuasaan.
Kita bisa mulai dari hal sederhana. Menjadi relawan Tuhan dengan memberikan sedikit saja ilmu yang kita punya untuk mengajar secara gratis di era seperti ini. Menjadi terpelajar dengan memberi pengajaran pada kaum marjinal. Dan berbagai hal yang paling sederhana yang bisa kita lakukan.
Kita tidak perlu ikut campur dalam perubahan sistem pendidikan yang ada, sistem ini tidak akan mengubah orang tuamu yang bertani menjadi bergengsi. Kita berada didalam sebuah kekacauan dimana semua unsur yang seharusnya bersinergi memiliki kepentingan pribadi. Apapun itu, peran pemuda khususnya mahasiswa sangat dibutuhkan.
Tidak Penting darimana perguruan tinggimu, jika kamu melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, mereka tidak akan perduli darimana asalmu. Ketika mahasiswa negara lain sudah mencapai ujung dunia, mahasiswa kita masih berdebat soal bendera, rokok, logika dan model celana. Lantas, masih pantaskah kita berteriak merdeka tanpa sebuah rekasa ketika kita tahu negara kita sedang tidak baik-baik saja.
Ditulis oleh Qithfirul Aziz
Mahasiswa Agribisnis – Fak.Pertanian
Universitas Islam Balitar
IG : qithfirul.aziz
إرسال تعليق